202004.18
0
1

90 JEMAAH PAKISTAN PULANG DI JEMPUT PESAWAT CHARTER PIA DARI INDONESIA

90 Jemaah Pakistan Pulang di jemput pesawat charter PIA dari Indonesia

Sebanyak 90 orang Jemaah Pakistan yang berada di Masjid Al-Muttaqien, Jln. RE Martadinata, RS Paru-paru, Ancol, Jakarta Utara, telah pergi meninggalkan Indonesia.

Kepulangan mereka dijemput oleh pesawat charter Pakistani Airways (PIA) dan take off pada jam 15.30 dari Bandara Soekarno Hatta, pada hari Sabtu, tanggal 18 April 2020.

Pakistan, India dan Bangladesh telah memulai usaha dakwah wa’tabligh dari tahun 1923an, ketika itu 3 negara ini masih satu kesatuan benua di Asia Selatan, yang diawali oleh (Alm.) Maulana Mohammad Ilyas Rahmatulloh Alaih.

Dan pada 14 Agustus 1947 malam, dilembah bukit Raisina, di depan majelis Konstituante India, Jawaharlal Nehru memberikan pidatonya yang sangat terkenal “ Pada saat tengah malam, saat dunia tidur, India akan terbangun dan hidup dalam kemerdekaan.”

Sedangkan, Pakistan diproklamirkan oleh Muhammad Ali Jinnah sebagai negara merdeka pada 15 Agustus 1947 Masehi, atau 28 Ramadan 1369 Hijriah.

‎Sementara Bangladesh menjadi negara merdeka pada tanggal 26 Maret‎ ‎1971, yang banyak menumpahkan darah dari tentara & warga Pakistan, akibat dukungan India terhadap wilayah Pakistan Timur menjadi negara mandiri, yakni Bangladesh.

Oleh karenanya, dalam Jemaah Tabligh ada istilah ziarah ke IPB (India, Pakistan dan Bangladesh). Karena 3 negara ini merupakan kawah candradimukanya usaha dakwah, yakni pembelajaran cara dan tertib dakwah serta praktek percontohan sifat-sifat para sahabat Rosululloh SAW. Terlebih saat ini, Para Jemaah Paksitan sudah meningkatkan takazah dakwah mereka 7 bulan sampai dengan 1 tahun untuk orang-orang umumnya.

Padahal di Indonesia takazah 1 tahun hanya untuk para alim ulama saja. Akan tetapi, orang-orang umum di Pakistan sudah siap dengan takazah 1 tahun. Berikut adalah kronologis singkatnya :

Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Kadhalawi bin Maulana Muhammad Ismail lahir di Kadhla, Muzhaffar Nagar, Uttar Pradesh, India pada tahun 1886 dan meninggal dunia pada tanggal 13 Juli 1944. ( Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Hal. 23 dan Hal. 33)

20 Maret 1917, pada hari Selasa, lahirlah Maulana Muhammad Yusuf Kandhalawi bin Maulana Muhammad Ilyas (Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Hal. 24) dan meninggal dunia pada tanggal 2 April  1965 di Lahore, Pakistan.

8 Februari 1918, Syaikh Maulana Muhammad Ilyas mulai tinggal di Masjid Banglawali, Basti (Kampung) Nizhamuddin, New Delhi. (Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Hal. 24)

20 Februari 1918, lahirlah Maulana In’amul Hasan Kandhalawi bin Maulana Ikramul Hasan di Kandhla, Muzhaffar Nagar, Uttar Pradesh, India. ( Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Hal. 24) dan meninggal dunia pada tanggal 6 Oktober 1995 di India.

Pada tanggal 1 Januari 1922, lahirlah H. Abdul Wahab di New Delhi, India. Beliau diantara 5 orang pertama yang berbay’at kepada Maulana Ilyas Kandhalawi (di thn 1944) untuk memberikan seluruh hidupnya demi agama. Beliaulah orang awalun yang sanadnya paling bersambung dengan tiga Hadhratji, yaitu : Maulana Muhammad Ilyas Rahmatulloh Alaih, Maulana Muhammad Yusuf Rahmatulloh Alaih dan Maulana In’amul Hasan Rahmatulloh Alaih. ( Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Hal. 25)

Pada bulan April 1946, Jemaah pertama kali dikirim dari Markaz Nizhamuddin ke wilayah pegunungan Beloncistan, Pakistan dan setahun kemudian (Maret 1947) datang pertama kali Jemaah dari Beloncistan ke Markaz Nizhamuddin untuk belajar dakwah. ( Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Hal. 36)

Pada tanggal 28 Desember 1946: Terbit buku yang berjudul “Maulana Ilyas Our Unki Dini Dakwah”, yang ditulis oleh Maulana Sayyid Abul Hasan Ali an-Nadwi. Berisikan tentang sejarah perjalanan Jemaah Tabligh pada masa Maulana Ilyas Rahmatulloh Alaih. (Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Hal.36)

Pada tahun 1947, H. Abdul Wahab diputus oleh Hadhratji Tsani, untuk muqim di Markaz Raiwind, Pakistan (hingga wafatnya pada 18 November 2018).

Pada tanggal 10 Mei 1965, lahirlah Maulana Muhammad Saad Kandhlawi, yang secara nasab berhubungan dengan (Alm.) Maulana Muhammad Ilyas, akan tetapi Maulana Saad tidak pernah berjumpa dengan (Alm.) Maulana Muhammad Ilyas Rahmatulloh Alaih dan juga tidak pernah jumpa dengan (Alm.) Maulana Muhammad Yusuf Rahmatulloh Alaih. Sehingga secara sanad tidak berhubungan langsung dengan kedua Hadratji tersebut.

M. Junaedi adalah Advokat/Pengacara dan juga mantan Penterjemah tunggal Bhs Inggris-Indonesia dan sebaliknya di Kedubes India-Jakarta (hampir 7 thn).


UNOFFICIAL  TRANSLATION :

90 Pakistani Congregation Returning home on a PIA charter flight from Indonesia

A total of 90 Pakistani Congregations are at the Al-Muttaqien Mosque, Jln. RE Martadinata, RS Paru-paru, Ancol, North Jakarta, has left Indonesia.

Their return was picked up by Pakistani Airways (PIA) chartered aircraft and took off at 15.30 from Soekarno Hatta Airport, on Saturday, April 18, 2020.

Actually, Pakistan, India and Bangladesh have started tabligh efforts from the 1923s, when these 3 countries were still one continental continent in South Asia, which was started by (late) Maulana Mohammad Ilyas Rahmatulloh Alaih.

And on the night of August 14, 1947, in the hills of Raisina, in front of the Constituent Assembly of India, Jawaharlal Nehru gave his very famous speech “At midnight, when the world sleeps, India will awaken and live in independence.”

Meanwhile, Pakistan was declared an independent state on August 15, 1947 AD, or 28 Ramadan 1369 Hijriah.

While Bangladesh became an independent country on March 26, 1971, which shed much blood from the citizens of Pakistan, due to India’s support for the East Pakistan region to become an independent state, namely Bangladesh.

Therefore, in the Tabligh Congregation there is the term pilgrimage to IPB (India, Pakistan and Bangladesh). Because these 3 countries are the first craters of the place for efforts of preaching, namely the learning of ways and the orderliness of da’wah and the pilot practice of the qualities of the Companions of the Prophet. Particularly, at this time, the Pakistani Congregation has increased their da’wah mission (takazah) to become 7 months to 1 year for ordinary people.

Whereas in Indonesia, the one year takazah is only for religious scholars. However, the common people in Pakistan are ready for a 1 year takazah. Here’s a brief chronology:

Shaykh Maulana Muhammad Ilyas Kadhalawi bin Maulana Muhammad Ismail was born in Kadhla, Muzhaffar Nagar, Uttar Pradesh, India in 1886 and died on July 13, 1944. (Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Page 23 and Page 33)

March 20, 1917, on Tuesday, the birth of Maulana Muhammad Yusuf Kandhalawi bin Maulana Muhammad Ilyas (Traces of Preaching Against Slander, Chapter 24) and died on April 2, 1965 in Lahore, Pakistan.

February 8, 1918, Shaykh Maulana Muhammad Ilyas begins his residency at Banglawali Mosque, Basti (Village) Nizhamuddin, New Delhi. (Traces of Preaching Against Defamation, p. 24)

February 20, 1918, the birth of Maulana In’amul Hasan Kandhalawi bin Maulana Ikramul Hasan in Kandhla, Muzhaffar Nagar, Uttar Pradesh, India. (Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Page 24) and died on October 6, 1995 in India.

On January 1, 1922, H. Abdul Wahab was born in New Delhi, India. He was among the first 5 people who paid tribute to Maulana Ilyas Kandhalawi (in 1944) to devote his entire life to religion. The earliest people associated with the three Hadhratji are: Maulana Muhammad Ilyas Rahmatulloh Alaih, Maulana Muhammad Yusuf Rahmatulloh Alaih and Maulana In’amul Hasan Rahmatulloh Alaih. (Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Page 25)

In April 1946, the Congregation was first sent from Markaz Nizhamuddin to the mountainous region of Beloncistan, Pakistan and one year later (March 1947) the first congregation from Beloncistan came to Markaz Nizhamuddin to study preaching. (Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Page 36)

December 28, 1946: Published a book entitled “Maulana Ilyas Our Early Life”, written by Maulana Sayyid Abul Hasan Ali an-Nadwi. Contains the history of the Tabligh pilgrimage during the time of Maulana Ilyas Rahmatulloh Alaih. (Jejak Dakwah Melawan Fitnah, Page 36)

In 1947, H. Abdul Wahab was sent by Hadhratji Tsani, to a mosque in Markaz Raiwind, Pakistan (until his death on November 18, 2018).

On May 10, 1965, Maulana Muhammad Saad Kandhlawi, who was in line with (the late) Maulana Muhammad Ilyas, was born, but Maulana Saad never met (the late) Maulana Muhammad Ilyas Rahmatulloh Alaih and never met (the late) Maulana Muhammad Yusuf Rahmatulloh Alaih. So his sanad is not directly related to the two mentioned Hadratji.

M. Junaedi is an Advocate / Lawyer and he was a former single Editor-cum-Translator of English into Bahasa Indonesia and Vice Versa at the Indian Embassy-Jakarta (almost 7 years).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *