202104.01
0
0

KAI BEKERJASAMA DENGAN PP POLRI KUKUHKAN 48 ADVOKAT BARU BATCH 3

Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (TSH) dalam sambutannya saat acara pengangkatan advokat KAI di Jakarta, Kamis (1/4/2021).

Seperti halnya organisasi advokat lain, Kongres Advokat Indonesia (KAI) mengangkat advokat baru sebagai bagian pelaksanaan UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat. Ada sekitar 48 advokat baru yang diangkat yang sebagian diantaranya berlatar belakang purnawirawan perwira tinggi (Pati) dan perwira menengah (Pamen) dari Kepolisian RI (Polri).

“Saudara-Saudara, Anda sudah memenuhi Pasal 2 ayat (1) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat untuk diangkat menjadi advokat. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa memberkati Anda semua,” ujar Presiden KAI, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto dalam acara pengangkatan advokat KAI di Jakarta, Kamis (1/4/2021).

Pasal 2 ayat (1) UU Advokat menyebutkan, “Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang fakultas hukumnya minimal terakreditasi B atau sekolah tinggi hukum yang minimal terakreditasi B”. Sedangkan pengangkatan dilakukan oleh organisasi advokat berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU Advokat yang menyebutkan, “Pengangkatan advokat dilakukan oleh organisasi advokat”.

TSH  merinci dari 48 advokat baru itu terdiri dari 7 purnawirawan jenderal polisi bintang dua; 7 purnawirawan jenderal polisi bintang 1; dan 8 purnawirawan polisi berpangkat komisaris besar (Kombes). Dia berharap para purnawirawan polisi itu dapat melakukan pengabdian dalam pemberian jasa hukum terhadap masyarakat pencari keadilan secara luas. “Ketika Polri melepas Anda, justru masa-masa keemasan itu di dunia advokat. Saya surprise Anda bergabung dengan KAI,” ujarnya.

Tjoetjoe melanjutkan pengangkatan advokat ini awal seseorang yang hendak menapaki dunia advokat sebagai profesi officium nobile (mulia) yang memberi jasa hukum di dalam maupun di luar pengadilan. “Tapi Saudara-Saudara jangan senang dulu. Saudara belum apa-apa tanpa keberadaan klien. Seperti halnya dokter yang tak punya pasien,” ujarnya mengingatkan.

Menapaki profesi advokat, prinsip penting yang harus dilakoni adalah memberikan pelayanan terbaik bagi klien agar nantinya bakal banyak klien yang membutuhkan jasa hukum. Dia pun berkelakar, “Boleh klien sedikit, tapi punya perusahaan banyak,” ujarnya seraya disambut tawa.

Dia juga mengingatkan ada 4 kelemahan di dunia advokat yang menjadi tantangan di era digital. Pertama, perkembangan teknologi informasi. Advokat, kata Tjoetjoe, kerap gagap teknologi. Apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 yang sebagian besar pekerjaan memanfaatkan teknologi dalam beraktivitas termasuk pemberian jasa hukum. Karena itu, advokat harus cepat beradaptasi dengan dunia teknologi.

Kedua, manajemen. Seorang advokat harus mampu mengatur berbagai hal dengan baik dalam aktivitas pemberian jasa hukum kepada klien. Advokat harus disiplin dan mencatat pemasukan dan pengeluaran bagi kantor hukum yang dimilikinya secara rapih dan tersistematis. “Karena dunia advokat saat ini sudah masuk ke era yang lebih maju,” lanjutnya.

Ketiga, marketing. Dalam jasa hukum diperlukan pola dan strategi marketing yang baik, marketing yang terukur tanpa berlebihan. Dia yakin dengan pola marketing yang terukur, nantinya banyak klien yang bakal meminta bantuan jasa hukumnya. Keempat, database. Menurutnya, organisasi yang dipimpinnya memiliki database yang tersistematis. Bahkan orang luar sekalipun dapat melihat database advokat yang baru diangkat. “Kita bersyukur lebih dulu memasuki dunia digital.”

Tjoetjoe berpesan agar advokat yang baru diangkat berbangga diri dengan profesi barunya ini. Dia mendorong agar para advokat baru itu menjadi orang yang tekun menjalani profesi barunya. Dengan dengan modal ketekunan, jujur, bertanggung jawab dan berintegritas, advokat akan berhasil. “Bila tak ada advokat yang tidak bangga dengan profesi yang ditekuninya, maka saya yakin dia tidak sukses. Karena itu, Anda mesti bangga menjadi advokat,” ujarnya.

Pejabat profesional

Sementara Wakil Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Polri (PP Polri), Komisaris Jenderal (Komjen) Purnawirawan Makbul Padmanegara mengatakan advokat yang baru dilantik harus menjadi sosok pejabat yang profesional berkiblat pada aturan hukum yang mewujudkan rasa keadilan masyarakat.

Dia menerangkan sejak ada nota kesepahaman antara PP Polri dengan KAI, telah terselenggara 3 angkatan pendidikan dan ujian kompetensi, serta penyelenggaraan pengangkatan advokat. Dia mengingatkan agar advokat baru dapat mengembangkan profesi barunya dengan memperdalam keilmuan, membangun jaringan dengan praktisi hukum dalam rangka mewujudkan nilai-nilai keadilan.

Mantan Wakapolri ini mengamini pandangan Tjoetjoe soal perlunya menguatkan pengetahuan bidang teknologi, manajemen bagi setiap advokat. Namun terpenting, advokat harus menjadi profesi yang independen, bertanggung jawab, berpedoman pada hak asasi manusia (HAM), kepastian hukum yang berkeadilan, dan transparan.

“Jangan diskriminasi dalam pemberian bantuan hukum, tegakan nilai keadilan untuk masyarakat pencari keadilan.”

Sumber: Rofiq Hidayat (Hukum Online)

UNOFFICIAL TRANSLATION :

President of KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (TSH) in his speech during the appointment of new KAI advocates in Jakarta, Thursday (1/4/2021).

Like other advocate organizations, the Congress of Indonesian Advocates (KAI) appoints new advocates as part of the implementation of Law No.18 of 2003 on Advocates. There were about 48 new lawyers who were appointed, some of whom came from retired high-ranking officers (Pati) and middle-ranking officers (Pamen) from the Indonesian Police (Polri).

“Ladies and gentlemen, you have fulfilled Article 2 paragraph (1) of Law No.18 of 2003 concerning Advocates to be appointed as advocates. May Allah SWT, Almighty God bless you all, “said the President of KAI, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto in the appointment of KAI advocates in Jakarta, Thursday (1/4/2021).

Article 2 paragraph (1) of the Advocate Law states, “Those who can be appointed as an advocate are graduates with a legal higher education background and after attending special education for the advocate profession carried out by advocate organizations with the obligation to cooperate with universities whose law faculties are at least accredited B or law school that is at least accredited B ”. While appointments are carried out by advocate organizations based on Article 2 paragraph (2) of the Advocate Law which states, “The appointment of advocates is carried out by advocate organizations”.

TSH stated that out of the 48 new lawyers, they consisted of 7 retired two-star police generals; 7 retired 1-star police generals; and 8 retired police officers with the rank of large commissioners (Kombes). He hopes that the retired police officers can perform services in providing legal services to the community who seek justice at large. “When the Police let you go, those golden times were in the world of advocates. I am surprised that you joined KAI, ”he said.

TSH continued that the appointment of an advocate is the beginning of someone who wants to enter the world of advocates as an officium nobile (noble) profession that provides legal services both inside and outside the court. “But brothers and sisters, don’t be happy just yet. You have not done anything without the existence of a client. It’s like a doctor who doesn’t have a patient, ”he warned.

Stepping into the profession of an advocate, an important principle that must be followed is to provide the best service for clients so that later there will be many clients who need legal services. He also joked, “You can have a few clients, but have many companies,” he said while laughing.

TSH also reminded that there are 4 weaknesses in the world of advocates which are a challenge in the digital era. First, the development of information technology. Advocates, said TSH, often lack technology. Especially in the midst of the Covid-19 pandemic situation, where most jobs use technology in activities, including the provision of legal services. Therefore, advocates must quickly adapt to the world of technology.

Second, management. An advocate must be able to manage various things well in the activities of providing legal services to clients. Advocates must be disciplined and record income and expenses for the law office they have neatly and systematically. “Because the world of advocates has entered a more advanced era,” he continued.

Third, marketing. In legal services, good marketing patterns and strategies are needed, marketing that is measurable without being overwhelming. He believes that with a measurable marketing pattern, many clients will ask for legal assistance. Fourth, the database. According to him, the organization he leads has a systematic database. Even outsiders can view the database of newly appointed advocates. “We are grateful that we entered the digital world first.”

TSH advised the newly appointed advocates to be proud of their new profession. He encouraged the new lawyers to become people who are diligent in pursuing their new profession. With diligence, honesty, responsibility and integrity, advocates will be successful. “If there is no lawyer who is not proud of the profession he is engaged in, then I am sure he will not be successful. Therefore, you must be proud to be an advocate, ”he said.

Professional officials

Meanwhile, Deputy Chairman of the Association of Retired Polri (PP Polri), Commissioner General (retired) Makbul Padmanegara said that newly appointed advocates must become professional figures oriented to the rule of law that embody a sense of public justice.

He explained that since there was a memorandum of understanding between PP Polri and KAI, 3 education generations (batch) and competency examinations had been held, as well as the appointment of advocates. He reminded that new advocates can develop their new profession by deepening their knowledge, building networks with legal practitioners in the context of realizing the values ​​of justice.

The former Deputy Chief of Police of the Republic of Indonesia agrees with Tjoetjoe’s view on the need to strengthen knowledge in technology and management for every advocate. But most importantly, advocates must be a profession that is independent, responsible, guided by human rights (HAM), legal certainty that is just, and transparent.

“Do not discriminate in the provision of legal aid, uphold the value of justice for people who seek justice.”

Source: Rofiq Hidayat (Hukum Online)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *