202104.07
0
0

M. JUNAEDI, SUDIRO & M. TAMRIN HADIRI SIDANG PEMBUKTIAN PARA TERGUGAT & TURUT TERGUGAT DI PN CIKARANG

M. JUNAEDI, SUDIRO & MOH. TAMRIN HADIRI SIDANG PEMBUKTIAN PARA TERGUGAT & TURUT TERGUGAT DI PN CIKARANG 

Cikarang – Adv. M. Junaedi, A.Md., S.H., CIL, Adv. KBP (P.) H. Sudiro, S.H., M.H., dan Adv. Moh. Tamrin, S.H., dari Kantor Hukum M. Junaedi & Rekan (MJA Law Office), yang berkedudukan di Jln. Dr. Ratna Raya No. 34A, Jatibening, Pondokgede, Kota Bekasi (Gedung 212 – Goro, sebrang RM Kampung Kecil) dan/atau Jln. Garuda 6 Blok H13-15, Rt. 03/024, BGA 2, Sumberjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, telah menghadiri sidang pembuktian dari para Tergugat dan Turut Tergugat terkait sengketa tanah di Desa Karanghaur, Kec. Pebayuran dengan nomor perkara : 256/Pdt.G/2020/PN. Ckr pada hari Rabu, tanggal 7 April 2021.

Dalam sidang pembuktian ini kedua Kuasa Hukum para tergugat mengajukan 26 lembar akta bukti, yang kebanyakan KTP dari para ahli waris Wastiri, ada + 10 copy KTP yang dileges Kantor pos. Sedangkan Kuasa Hukum Turut Tergugat I, Deni Wijaya, mengajukan 23 lembar akta bukti dan Turut Tergugat III yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bekasi mengajukan 1 lembar akta bukti, yakni SHM No. 5/Kertasari seluas 9.975 M2 atas nama WASTIRI BIN SAJUM, penerbitan sertifikat tanggal 9 Agustus 1971. Sedangkan, Kuasa Hukum Para Penggugat mengajukan Akta Bukti Tambahan 8 lembar.

Hal yang menarik dari pembuktian para tergugat adalah poin 4 Bukti P-4 : Surat Kematian Wastiri No. 354/Pd.530/1988, dari Kantor Desa Sumbersari, Bekasi, dan poin 23 Bukti P-23 : Kwitansi Pembayaran Tanah Sawah Sertifikat No. 5 seluas 9.975 Desa Kertasari tanggal 5 Maret 1979 dari (Alm.) Wastiri kepada Suratmi (Tergugat III).

Padahal dalam pembuktian minggu lalu (Rabu, 31/3/2021) Kuasa Hukum Para Penggugat telah juga mengajukan surat kematian yang sama, namun nomornya berbeda, yakni sebagai berikut :

P-19 Copy Surat Kematian No.: 254/Pd.536/1981 atas nama WASTIRI yang dibuat oleh Kepala Desa Sumbersari, Sdr. Hamdan dan diketahui oleh Camat Pebayuran, Lasmana, BA. Surat Kematian ini diterbitkan pada tgl 28-9-1981. Copy dari copy. Asli surat ada di Tergugat I dan Tergugat II. Dari surat kematian ini diketahui bahwa (Alm.) WASTIRI telah meninggal dunia pada tanggal 1 April 1980 di Kp. Teluk Haur, Desa Sumbersari, Kec. Pebayuran, Kab. Bekasi.

Kemudian Para Penggugat menolak akta bukti pada poin 23  (Bukti P-23 yakni berupa kwitansi pembayaran tanah sawah SHM No. 5 yang ditanda-tangani oleh (Alm.) Wastiri pada tanggal 5 Maret 1979, karena sebagaimana diajukan dalam pembuktian minggu yang lalu oleh Kuasa Hukum Para Penggugat bahwa (Alm.) WASTIRI Bin SAJUM telah menjual tanah a quo kepada (Alm.) M. POING seharga Rp. 800.000,- (Delapan Ratus Ribu Rupiah) dengan dibuktikan dalam kedua kwitansi yakni pada tanggal 3 Desember 1978 telah menerima Rp. 300.000 (Tiga Ratus Ribu Rupiah) dari M. Poing dan pada tanggal 11 Desember 1978 telah menerima Rp. 200.000 (Dua Ratus Ribu Rupiah) dan masih ada kekurangan Rp. 300.000 (Tiga Ratus Ribu Rupiah). Bahkan, (Alm.) M. POING telah menulis Surat Pernyataan sebagaimana terlihat dari hasil scan bukti a quo. Kemudian, karena terdesak oleh keperluan, maka (Alm.) M. Poing menjual kembali kepada (Alm.) Lurah M. Nasip seharga yang sama  yaitu Rp 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) dan kurangnya Rp. 300.000,- ke (Alm.) Wastiri, sebagaimana akta bukti para penggugat sbb :

48 P-48 Copy Surat Pernyataan M. Poing yang menyatakan bahwa Sertifikat No. 5 atas nama WASTIRI benar-benar sudah dibelinya dan selanjutnya tanah tsb beserta sertifikatnya dijual lagi kepada Bapak Lurah Nasip. Pernyataan ini dibuat pada tgl 3 Mei 1990. Sesuai dengan Aslinya.
49 P-49 Copy Surat Pernyataan M. Nasip yang menyatakan bahwa telah menjual Sertifikat No. 5 Girik C No.: 2222, Persil 2 Kelas II seluas 0.978 Ha kepada SUPARDI. Surat Pernyataan ini diketahui oleh Kepada Desa Sumbersari saat itu, Hamdan. Surat Pernyataan dibuat pada tgl 24 September 1981. Sesuai dengan Aslinya.
50 P-50 Copy Kwitansi Jual Beli antara M. Nasip dan SUPARDI, yang menyatakan bahwa M. Nasip telah terima uang sebesar Rp. 1.050.000,- (Satu Juta Lima Puluh Ribu Rupiah) dari SUPARDI atas pembelian tanah sawah seluas kurang lebih 0.9780 Ha. Kwitansi dibuat pada tgl 29-9-1981 Sesuai dengan Aslinya.

Sebagaimana ditulis dalam gugatan a quo bahwa kemudian para ahli waris Wastiri mendatangi rumah Penggugat I, yang intinya meminta dibantu dalam penyelesaian tanah sawah yang telah diterima pembayaran sebagian oleh (Alm.) Wastiri, namun belum dibayar secara lunas (masih ada sisa pembayaran Rp. 300.000). Kemudian, karena merasa iba maka Penggugat I mengantar Tergugat II mendatangi rumah (Alm.) Lurah M. Nasip guna menanyakan : Apakah tanah sawah tersebut jadi mau dibeli atau tidak ? Bahwa dalam kesempatan lain, ternyata Lurah M. Nasip sedang memerlukan uang, sehingga meminjam uang kepada Suratmi selaku Tergugat III dengan menjaminkan SHM No. 5 tahun 1970 tersebut. Entah berapa jumlah uang yang dipinjam oleh Lurah M Nasip dari Tergugat III. Pada saat itu, Suratmi adalah juragan catering.

Bahwa dalam kesempatan lain, Lurah M. Nasip mendatangi rumah Penggugat I guna menawarkan tanah sawah yang dia beli dari M. Poing. Maka terjadilah kesepakatan antara Penggugat I dan (Alm.) Lurah M. Nasip. Sehingga, Penggugat I membayar 1.050.000,- (Satu Juta Lima Puluh Ribu Rupiah) kepada (Alm.) Lurah M. Nasip, sesuai dengan kwitansi yang dibuat pada tanggal 29 September 1981.

Bahwa atas kesepakatan yang telah dicapai dengan (Alm.) Lurah M. Nasip, kemudian Penggugat I sendiri membayar sisa kekurangan pembelian kepada para ahli waris Wastiri, senilai Rp. 300.000,- (Tiga Ratus Ribu Rupiah). Namun, SHM No. 5 tahun 1970 masih berada di tangan TERGUGAT III. Bahwa Penggugat I tidak mempermasalahkan SHM No. 5 tahun 1970 pada waktu itu, karena dasarnya adalah kemanusiaan yaitu menolong dan membantu para pihak yang sedang dalam permasalahan keuangan, yaitu para ahli waris WASTIRI sedang memerlukan uang, dan Lurah M. Nasip sendiri sedang perlu uang.

Bahwa setelah terjadi kesepakatan, maka para ahli waris WASTIRI bersedia dan setuju menandatangani Akta Jual Beli No. 144/V/Kec.Pbyrn/1981, tertanggal 28 September  1981, antara (Almh.) Djaenah Binti Sudja’i dengan semua ahli waris Wastiri, termasuk Tergugat I (Janda dari Alm. Wastiri) dan Tergugat II (Anak dari Alm. Wastiri) terkait jual beli tanah sawah seluas 9.780 M2. Para ahli waris WASTIRI yang lain, yang ikut menandatangani AJB tersebut adalah (Alm.) Yayat Bin Wastiri, (Almh.) Nyai Binti Wastiri, (Alm.) Tatang Bin Wastiri, (Almh.) Lilis Binti Wastiri, dan (Alm.) Ade Bin Wastiri, Ny. Supinah dan Ujang Suryana alias Nana Ruhyana yang masing-masing beralamat di Kampung Teluk haur, Rt. 06/01, Desa Sumbersari, Kec. Pebayuran, Kabupaten Bekasi.

Bahwa setelah transaksi tersebut, sampai saat ini belum pernah ada yang mengajukan keberatan dan gugatan ke pengadilan terkait transaksi dengan AJB No. : 144/V/Kec. Pbyrn/1981 dan bahkan pajak bumi dan bangunan dengan NOP : 32.18.130.005.001-0021.0 dengan letak objek pajak : Kp. Telukhaur 2, Rt. 007/03, Desa Karanghaur, Kec. Pebayuran, Kabupaten Bekasi dengan Nama & alamat wajib pajak : JAENAH SUJAI, Kp. Teluh Haur, Rt. 007/03, Karanghaur, Kec. Pebayuran selalu dibayar oleh Penggugat I sampai saat ini.

Sebaimana disebutkan diatas bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah menanda-tangani Akta Jual Beli No. : 144/V/Kec.Pbyrn/1981 yang dibuat dihadapan LASMANA, BA selaku PPATS Kecamatan Pebayuran pada hari Senin, 28 September 1981. Namun, saat ini karena desakan keperluan hidup, dan melihat tanah a quo sudah terjual dengan harga saat ini yang fantastis, sehingga mereka menyangkal dan membantah telah menjual tanah a quo, bahkan memasang plang diatas tanah a quo.

Namun, menarik sekali secara hukum, SURATMI selaku Tergugat III yang katanya konon telah membeli tanah a quo langsung dari WASTIRI, namun tidak memiliki bukti AJB dan bahkan 1 lembar SPPT PBBpun tidak punya, dan SHM No. 5 tahun 1970 tsb belum dibalik nama ke SURATMI. Justru yang lebih menarik adalah Ujang Suryana Alias Nana Ruhyana yang membuat Laporan Polisi sebagaimana yang diakuinya dalam Daftar Bukti poin 25 (Bukti P-25) : Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan No. LP/1334/923-SPKT/K/XII/2020/RESTRO BEKASI; yang menerangkan adanya tindak pidana pemalsuan surat dan menggunakan surat palsu atau memasukan keterangan palsu kedalam data akta otentik. Padahal sebelumnya mereka telah membuat Laporan Polisi Nomor: LP/622/412-SPKT/K/VI/2020/Restro Bekasi : Diketahui tanggal 20 Maret 2020 diduga telah terjadi DUGAAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ATAS BARANG TIDAK BERGERAK di Kp. Teluk Haur Rt.04/02, Desa Karang Haur, Kec. Pebayuran, Kab. Bekasi, yang dilaporkan oleh Nana Ruhyana alias TERGUGAT II. Namun, laporan polisi ini tidak dimasukkan ke dalam Daftar Akta Bukti mereka.

Bahwa justru ketika dalam sidang mediasi NANA RUHYANA tidak ada perkataan sama sekali alias meneng wae, yang bicara justru SURATMI selaku TERGUGAT III sampai minta dana/uang penggantian Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah), padahal para penggugat sudah sangat bijak untuk memberikan uang kerohiman kepada Suratmi dari awal Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah) sampai terakhir di penawaran Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah).

Sungguh sangat nampak sekali ada invisible hand (pihak luar yang menggerakkan) yang seolah-olah mengatasnamakan Tergugat I yang hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang sudah tua & sakit-sakitan, Tergugat II yang konon katanya hanya sebagai Tukang Ojek untuk kehidupan sehari-harinya, sedangkan  Tergugat III sudah jatuh dari bisnis cateringnya.

Salah seorang Kuasa Hukum para penggugat, M. Junaedi, atas amanah dari para penggugat, pernah mendatangi kampung Suratmi di Magelang dan ketemu dengan anaknya. Anaknya menghubungkan M. Junaedi dengan Suratmi melalui Hpnya: jelas sekali SURATMI mengatakan bahwa dulu M. Nasip ketika menjabat Kepala Desa pernah datang dan meminjam uang dari Suratmi dengan jaminan SHM No. 5 Tahun 1970. Ketika itu Suratmi masih berjaya sebagai saudagar catering yang maju. Namun, saat ini Suratmi hidup di Cipanang – Jakarta saja masih numpang di saudaranya. Menurut anaknya yang di Ciracas, SHM No. 5 Tahun 1970 telah diserahkan ke ahli waris Wastiri untuk diuruskan mereka. Oleh karenanya, ada yang mengatasnamakan Nana Ruhyana alias Ujang Suryana yang membuat beberapa laporan polisi di Polres Metro Bekasi, memasang plang ditengah tanah a quo dan melayangkan somasi ke pembeli (Zean Cornellia).

Dari sinilah, para penggugat sepakat untuk memasukkan gugatan perdata ke PN Cikarang, karena terkait keabsahan kepemilikan atas tanah a quo yang telah dikuasai, dirawat dan dipelihara sejak terbitnya Akta Jual Beli No. : 144/V/Kec.Pbyrn/1981 yang dibuat dihadapan LASMANA, BA selaku PPATS Kecamatan Pebayuran pada hari Senin, 28 September 1981.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *